Siapa Diriku
Pagi mulai menampakkan siratan cahayanya, semerbak harum pagi kian menyapa dengan iringan suara cicitan burung yang bertengger. Pagi masih menyisakan rasa dingin, ya semalam hujan deras dengan kilatan petir yang saling bersahutan. Dinginnya pagi tiada mematahkan semangat Vany untuk bergegas ke sekolah, disibaknya selimut yang menghangatkannya semalaman, dengan langkah perlahan namun pasti ia menjajakkan kakinya ke luar kamar menuju dapur. Dilihatnya ibunya tengah menyiapkan sarapan, sambil tersenyum ia membuka tudung saji penutup makanan, dilihatnya nasi goreng serta ayam goreng telah menantang untuk siap disantapnya.
Gadis dengan wajah manis itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan bergegas mandi. Guyuran air tengah menghapuskan beberapa sisa lelahnya semalam suntuk mengerjakan tugas sekolahnya walau bertemankan cuaca yang tidak menyenangkan. Dibilas tubuhnya, ia pun segera menyelesaikan persiapan untuknya ke sekolah. Disalaminya kedua tangan orangtuanya, ditatapnya wajah sang ayah. Ah, mungkin yang ia dengar tentang asal dirinya itu salah. Ayahnya terlihat amat sangat menyayanginya tak seperti desisan orang yang ia dengar. Dilangkahkan kakinya menuju luar rumah untuk segera menaiki sepeda motor yang diberikan ayahnya 5 bulan yang lalu. Tiga langkah dari pintu rumah telah ia tapak, terlihat seorang pria memanggil namanya.
Ya tak lain adalah sang ayah yang menawarkan diri untuk mengantarnya, gadis itu pun segera mengiyakannya. Sepeda motor melaju dengan kecepatan sedang, dan sepanjang jalan ia bergurau dengan sang ayah seperti biasanya, namun tetap saja ia terus memikirkan kejadian waktu silam yang sampai pada detik ini belum ia ketahui kejelasan apa yang sebenarnya terjadi. Dentingan bel sekolah membuyarkan lamunan gadis bernama Vany, tentu saja dalam lamunannya akhir-akhir waktu ini ada penyebabnya. Sungguh mustahil bagi seseorang yang telah mengenalnya ketika melihat dirinya sekarang, ia tampak terlihat murung dan sering melamun. Padahal ia selalu dikenal sebagai gadis manis yang ceria.
Di dalam kelas gadis itu memilih duduk di bangku pojok belakang, tiada konsentrasi sedikit pun dalam menerima pelajaran. Tidak sedikit guru yang menanyakan keadaannya, dan tidak sedikit pula kawannya berusaha menanyakan masalah yang ia timpa dan berusaha menghiburnya. Tiada hasil yang didapat, gadis itu tetap saja berkata baik-baik saja, tapi sungguh sikap itu bukanlah sikap Vany. Ya gadis itu kini telah berbeda setelah beberapa hari lalu ada seorang perempuan berkisar 70 tahun menghampirinya dan berkata bahwa ia cucunya, dan ayahnya yang sekarang adalah ayah tirinya bukan ayah kandungnya. Tak hanya itu, 2 hari yang lalu tak sengaja ia menemukan akta kelahirannya yang selama ini dirahasiakan ibu dan ayahnya.
Dilihatnya nama ayahnya berbeda, ayah yang sering dikenal bernama Antonio Renaldi namun di dalam akta kelahirannya bernama Bambang Sucipto. Rasa heran yang teramat sangat ketika menyaksikan keterangan nama sang ayah, akan tetapi dilihatnya kembali semua data yang tercantum benar adanya hanya saja keterangan nama ayahnya saja yang berbeda. Bel tanda pulang sekolah berbunyi, gadis manis itu berlari kecil menyusuri koridor sekolah yang telah ramai dengan berhamburan keluarnya para siswa di SMA TUNAS BANGSA, kedua matanya menjelajahi luar gerbang sekolah, ditangkapnya sosok sang ayah yang telah menantinya pulang sekolah. Terlihat guratan lelah di wajah sang ayah, mana mungkin ayah yang selama ini menemaninya tega berbohong atas dirinya.
Sepanjang perjalanan ia hanya terdiam menikmati semilir angin siang yang sedikit menyejukkan di kala teriknya sang surya. Sepeda motor berhenti di depan rumah, deritan suara gerbang besi rumah terbuka membuat anak kecil berusia 8 tahun ke luar rumah menyambut kedatangan kakak dan ayahnya pulang. Gadis itu tetap terlihat murung, dengan langkah tertunduk ia bersalaman kepada ibunya dan bergegas ke kamar, gadis itu pun melupakan makan siangnya yang selalu ia gemari. Ibu dan ayahnya hanya memandangi tingkah putrinya yang tidak seperti biasanya.
Dalam tidur siang sang gadis, terdengar ketukan pintu. Dengan langkah lunglai terlihat dari balik pintu sang adik dengan senyum lebarnya meminta untuk diantar ke toko buku membeli komik naruto yang selama ini diinginkannya. Tak kuasa menolak gadis bernama Vany itu menyanggupi permintaan sang adik. Ramainya toko buku membuatnya enggan berlamaan di dalam, sembari menunggu adiknya ia duduk di dalam cafe depan toko buku itu. Di bukanya ponsel kesayangan untuk memberitahu sang adik bahwa dirinya menunggu di cafe depan toko buku. Tak berselang lama terdengar suara wanita memanggil namanya. Vany… Van. Ditengoknya asal suara, ah nenek itu lagi yang beberapa hari menemuinya.
“Van, ini Nenek Van ini Nenek.” ucapan perempuan itu di hadapannya.
“Nenek? Maaf mungkin Anda salah orang, Nenek saya keduanya sudah tiada.”
“Tidak Nak, ini Nenek kamu. Nenek dari Ayahmu.”
“Ayah? Neneku dari Ayah sudah tiada. Maaf Anda salah orang.”
“Ayahmu bernama Bambang Sucipto, Ayahmu yang sekarang bukan Ayahmu. Kamu tidak tahu Van, dulu Ibu kamu pernah selingkuh dan meninggalkan Ayahmu.”
“Apa? Tidak mungkin. Tolong jaga ucapan Anda.”
Gadis itu terlihat menahan air mata dan bergegas pergi meninggalkan nenek itu, dilihatnya sang adik sudah ke luar dari toko. Tak menghiraukan suara yang memanggilnya ia segera pergi meninggalkan tempat untuk menghampiri adiknya dan bergegas pulang. Air mata kian tak tertahan, begitu terpukul hatinya atas apa yang didengarnya. Sungguh selama 16 tahun ia baru mengetahui apa yang seharusnya mungkin ia tidak ketahui, rasa sakit di hatinya dan amarah yang teramat sangat terhadap kepada kedua orangtuanya. Kecewa, sedih bercampur menjadi satu. Sosok ibu yang terlihat anggun tiada sedikit pun terpancar dalam diri bahwa ia berselingkuh serta sosok sang ayah yang amat bijak tidaklah mungkin ia tega memisahkan sebuah keluarga. Ayahnya yang pengasih tiada pernah memancarkan layaknya seperti ayah tiri.
“Vany, apa yang terjadi? Mengapa kamu menangis?” direngkuhnya sang gadis oleh ibunya, ditatapnya mata yang telah nanar memancarkan kepiluannya. Dengan penuh emosi tak terkendali ia menghempaskan rangkulan sang ibu. “Dasar tukang selingkuh, aku kecewa Bu!”
“Apa maksud kamu? Tak sepantasnya kau berkata seperti ini.” air mata tak tertahan oleh ibunya tak kala anaknya bersikap amat tak pantas kepada ibunya.
“Bukankah Ayahku bernama Bambang Sucipto bukan Antonio Renaldi?”
“Siapa yang berkata? Kamu belum cukup dewasa untuk mengetahui yang sebenarnya.”
“Belum cukup dewasa? Belum cukup dewasa untuk mengetahui kisah perselingkuhan Ibu. Dan selama 16 tahun ini Ayah dan Ibu sudah membohongi Vany iya? Tega ya Ibu.”
Seketika seisi rumah hanyalah isak tangis yang terdengar, ayah gadis itu pun ke luar namun tetap diam. Ketika suasana mulai tenang, ibunya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kisah itu, dimulai ketika Vany berusia 3 tahun. Sang ayah meninggalkannya tanpa kepastian yang pasti. Susah dan senang yang telah dilalui sirna sudah, kisah cinta ibu dan ayah kandungnya yang telah terpupuk dari bangku sekolah kandas saat Vany berusia 3 tahun. Vany dan ibunya dipulangkan ke Semarang daerah asalnya. Selama tiada kepastian itulah Vany mengalami sakit-sakitan karena rindu terhadap sang ayah yang telah diketahui sangat dekat dengannya. Namun sang ayah tega tiada batas menelantarkan keduanya tanpa kepastian, tak itu saja kabar pun menggema bahwa ayahnya menikah lagi dengan pindah agama tanpa sepengetahuan ibunya.
Dalam keadaan yang amat menyedihkan itu datanglah seorang pria dermawan Antonio Renaldi yang mencintai keduanya dan sanggup menerima apa adanya. Tergugatlah perceraian antara ayah dan ibu gadis itu lalu menikahlah ibu gadis itu dengan pria bernama Antonio Renaldi yang dikenal sebagai ayahnya sekarang. Ibunya dan ayahnya telah bersepakat tidak akan memberitahu gadis itu tentang kisah pahitnya, namun sepandai-pandainya menyimpan bangkai akan ketahuan juga baunya. Begitulah kisah Vany, kini terbongkar dengan kepahitan dalam umurnya yang belum dianggap dewasa. Dalam hal itu pula Vany dilarang berpacaran pada masa sekolahnya, karena sang ibu tak ingin anaknya mengalami nasib yang sama.
Setelah diceritakan kisahnya, Vany gadis manis itu hanya terdiam dan menangis. Apa yang ia katakan kepada ibunya salah, dan ia hanya mendengar suara dari luar. Kini kejelasan telah terungkap, keluarga kecil itu tetaplah menjadi keluarga yang manis. Dengan rasa sayang yang tumbuh di antara anggota keluarganya. Kini gadis itu berangsur menerima suatu kenyataan yang awal didengar sangat menyayat hati, namun ia tetap bersyukur karena dari ia kecil ayahnya sangat menyayanginya walau ayah tiri. Tidak semua ayah tiri jahat, semua berjalan dengan seiringan waktu yang kian berlalu. Kini sang surya mulai redup menyembunyikan sinarnya dengan berlalunya sebuah ungkapan cerita kisah gadis yang beberapa waktu telah murung. Yang ia rasakan sekarang adalah rasa syukur karena berada di antara orang yang mencintainya dan menyayanginya.
Cerpen Karangan: Titisshafa Ajeng
Facebook: https://www.facebook.com/deajenx.imouth / Ajeng NarinDra
Namaku Titisshafa Ajeng. Aku anak pertama loh, selain menulis aku juga seorang penari dan sering terjun di bidang seni. Ig Ajeng_Narindra
Sumber: