Aku menangis dalam kegelapan malam yang berharap malam itu cepat berlalu dan berganti siang. Malam yang selalu membuatku larut dalam kepedihan dan kesedihan mendalam. Entah aku yang salah mengartikan malam sebagai derita. Ku ukir senyum palsuku ketika mentari tersenyum indah. Mentari yang selalu menghiasi dan menutupi kesedihan hatiku. Setiap langkahku terhenti melihat, mendengar, merasakan yang tak sepantasnya aku terima. Masa dimana aku belum mengerti menyelesaikan masalah. Langkahku yang serba salah membuat diriku memilih DIAM. DIAM mungkin itu yang terbaik. Tak kusangka pilihan ku itu membuat aku tak seperti diriku lagi. entah diriku yang seperti apa? Aku tak mengenal diriku! Aku ingin terlepas dari itu! Aku ingin keluar dari beban itu! Aku ingin berlari menjahui semua! Tetapi derita itu mengikatku sangat kuat. Begitu kuatnya, sampai aku tak tahan dan merderai setiap malam tiba.
Malam yang larut, aku terbangun dan melihat dia tertidur pulas. Kulihat senyum tipisnya yang polos. Kulihat wajahnya! Kumenangkap arti dibalik wajahnya yang polos itu. Dia menanggung beban itu! Beban yang tak kumengerti sampai detik ini. Beban yang membuat dia tak mengenali dirinya. Setiap pagi ia tersenyum kepadaku. Senyum apa itu? Senyum kebahagiaan atau kesedihan? Aku tak bisa membedakannya. Dia seperti aku. Dia tak ingin memperlihatkan kesedihannya. Pada akhirnya aku melihat dalam kegelapan ia menangis. Rasanya ingin kutanyakan “MENGAPA ENGKAU MENANGIS IBU?” seolah mulut itu tekunci tak mampu terucap. Berulang kali setiap ia tidur ditaruhnya beban itu di sudut bibirnya yang mungil. “APA YANG ENGKAU RASAKAN IBU? APAKAH YANG KAURASA SAMA SEPERTI YANG AKU RASA?” Kubiarkan hari-hariku begitu saja, hari yang sama seperti dulu, hari yang akan selalu sama. Begitu juga dia. Kami sama-sama DIAM. Kami sama-sama terlarut dalam pikiran dan kesedihan kami.
Dalam do’a ku, aku berharap aku dan dia bisa kuat. Aku ingin mengembalikan senyumnya. Senyum yang membuatku luluh dan melupakan masalah itu sejenak. Senyum yang membuat aku tegar dan yakin kalau aku bisa keluar dari derita ini. Ku pegang erat tangannya, ku pandangi wajahnya yang sayu dan aku berkata “IBU, MASIH ADA AKU!”
No comments:
Post a Comment