Sunday, March 20, 2016

Stop penggunaan kantong plastik!



Sebanyak 17 kota akan ikut menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar sehingga mengurangi jumlah sampah plastik.
"Kita akan mulai di ritel modern dulu secara bertahap, kalau kita belanja jadi nanti mereka tidak menyediakan kantong plastik secara bebas," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tuti Hendrawati Mintarsih.
Kebijakan tersebut akan diluncurkan bersamaan dengan Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari mendatang di Jakarta, Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar, Ambon dan Papua.
Menurut Tuti, kebijakan untuk membayar kantong plastik akan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan tas yang ada di rumah seperti ibu-ibu jaman dulu yang membawa keranjang belanja ke pasar.
"Kita kurangi penggunaan kantong plastik dengan memaksa mereka membayar," tambah dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, kantong plastik berbayar sudah mulai diterapkan di Bandung dan Cimahi. Kebijakan yang sama juga sudah diterapkan di sejumlah negara seperti Hongkong dan Inggris. Di Hong Kong masyarakat yang berbelanja dan menggunakan kantong plastik harus membayar 50 sen. Upaya tersebut bisa menurunkan konsumsi plastik sampai 73 persen dengan program kantong plastik berbayar.
Disamping itu, sejumlah sukarelawan dari berbagai komunitas mulai bergerak untuk Indonesia Bebas Sampah 2020 yang dimulai dengan menyempurnakan konsep bebas sampah. "Pada tahun ini sukarelawan sudah bergerak sejak H-90 tanpa berbayar. Ini murni 'gemes' masalah sampah," kata inisiator gerakan BebasSampah ID M. Bijaksana Junerosano.


Pada tahun lalu, kata dia, gerakan bebas sampah sudah muncul di 23 titik di 22 kota yang digerakkan oleh 61 organisasi dalam waktu hanya 30 hari. "Ini menandakan bahwa banyak yang 'gemas' terhadap sampah, tetapi masih bergerak sendiri-sendiri. Maka, pada tahun ini kami lakukan pendataan supaya bisa bersama-sama melakukan gerakan," tambah dia.
Sebelumnya, gerakan Bebas Sampah baru dilaksanakan pada hari bebas berkendaraan. Namun, pada tahun ini diharapkan bisa muncul di seluruh Indonesia. Tidak hanya pada momentum Hari Peduli Sampah Nasional pada tanggal 21 Februari, tetapi akan terus berkesinambungan. "Pada tahun lalu yang bergerak 3.155 orang, tahun ini harus lebih banyak lagi," katanya. Ia menyebutkan berbagai media, baik media konvensional maupun media sosial, pemerintah dan lembaga lainnya juga akan dilibatkan dalam gerakan tersebut.


Sejak 21 Februari, sejumlah kota di Indonesia sudah menerapkan program plastik belanja berbayar. Kebijakan itu dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 tentang Harga dan Me kanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. Di dalam aturan itu, disepakati kantong plastik berbayar Rp 200 sudah ter masuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan plastik ber bayar ini masih melalui tahap sosialisasi di 23 kabupaten kota.

Setelah lebih dari seminggu aturan itu diujicobakan, perilaku masyarakat belum berubah. Di sejumlah kota yang diamati, masyarakat cenderung untuk membeli kantong plastik yang disediakan toko dibandingkan membawa kantong belanja sendiri. Padahal, surat edaran Men LHK itu dimaksudkan untuk membatasi penggunaan plastik yang dianggap merusak lingkungan.


Salah satu yang menjadi penyebab masyarakat enggan beralih dari kantong plastik adalah harganya yang murah. Dengan harga hanya Rp 200 itu, pembeli lebih memilih tetap memakai kantong plastik dari toko dibandingkan membawa tempat sendiri.

Selain persoalan harga, masalah lain yang menjadi perta - nyaan adalah uang hasil penjualan plastik itu disalurkan kemana? Pihak peritel mengatakan belum ada rencana yang pasti uang itu akan digunakan untuk apa. Sedangkan, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sudirman mengatakan, memang belum ada regulasi soal penyaluran dan pengawasan dana kantong plastik berbayar. Aturan tersebut diserahkan kepada masing-masing peritel, berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan komunitas lingkungan.


Jika peritel tidak punya kebijakan penggunaan dana tersebut untuk kegiatan lingkungan, sama saja konsumen menyumbang alias menyubsidi peritel. Karena peritel selama ini sudah punya anggaran sendiri untuk kantong plastik itu dan kini konsumen yang menanggung biayanya.

Sampai di sini, kita melihat paling tidak ada dua masalah dalam pemberlakukan edaran Men LHK itu. Pertama, soal harga kantong plastik yang terlalu murah yang membuat masyarakat tetap membeli dan kedua, konsumen yang menyumbang peritel. Sedangkan, tujuan untuk membatasi penggunaan plastik agaknya belum tercapai.




Kita berharap dua hal tersebut menjadi perhatian dan evaluasi pemerintah. Termasuk juga peritel dan kepala daerah. Sejumlah daerah kini sedang menggodok sendiri aturan penggunaan plastik berbayar. Kita tentu berharap aturan yang dibuat daerah lebih komprehensif sehingga tujuan dari kebijakan ini bisa tercapai.

Soal harga, misalnya, harus ditetapkan angka yang agak tinggi agar masyarakat bisa lebih memilih membawa kantong belanja sendiri dibandingkan membeli. Dengan harga yang cukup tinggi, baru penggunaan kantong plastik akan berkurang.

Kedua soal penggunaan anggaran penjualan kantong plastik oleh peritel. Harus ada aturan yang jelas bahwa nantinya dana yang dimumpulkan oleh peritel benar-benar digunakan untuk kegiatan lingkungan, bukan masuk dalam kas pendapatan perusahaan. Harus ada pula mekanisme pelaporan yang transparan sehingga masyarakat bisa tahu ke mana dan untuk apa dana tersebut. Sanski juga diperlukan bagi peritel yang tidak mengalokasikan dana itu untuk kegiatan lingkungan.

Soal yang yang tak kalah pentingnya dalam upaya pembatasan penggunaan kantong plastik ini adalah penyediaan alternatif kantong belanja yang bukan dari plastik. Jika selama ini peritel mengalokasikan dana untuk membeli kantong plastik maka anggaran itu bisa dialihkan untuk menyediakan kantong belanja yang terbuat dari kertas atau bahan lainnya yang lebih ramah lingkungan.

Pembatasan penggunaan plastik yang dimulai dari kantong plastik memang harus dilakukan. Tapi, jangan bebankan persoal an ini hanya pada konsumen. Pemerintah, produsen, peritel, dan konsumen harus bersama-sama mewujudkannya.

Referensi:

No comments:

Post a Comment